Pengembang Properti Merasakan Dampak Perubahan Iklim Terhadap Keberlanjutan Bisnis Properti

Gambar: Pexels.com

Perubahan iklim merupakan fenomena global yang memiliki dampak negatif bagi lingkungan, kesehatan, dan kesejahteraan manusia. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer menyebabkan perubahan iklim. Gas rumah kaca menyerap dan memantulkan kembali radiasi matahari ke permukaan bumi. Berbagai sumber menghasilkan gas rumah kaca, salah satunya adalah aktivitas manusia yang konsumtif terhadap energi fosil.

Salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap emisi GRK adalah sektor konstruksi dan properti. Sektor ini banyak menggunakan bahan-bahan seperti semen, baja, dan kayu, yang membutuhkan energi dan sumber daya alam yang besar dalam proses produksi dan penggunaannya. Selain itu, sektor ini juga mempengaruhi perubahan tata guna lahan, pengurangan ruang terbuka hijau, dan peningkatan permintaan air dan listrik.

Data dari World Green Building Council (WorldGBC) menunjukkan bahwa sektor konstruksi dan properti bertanggung jawab atas 39% emisi GRK global, 36% konsumsi energi global, dan 50% konsumsi sumber daya global. Tanpa upaya mitigasi dan adaptasi, sektor ini akan terus meningkatkan beban lingkungan dan mengancam keberlanjutan bisnis properti di masa depan.

Konsep Green Building sebagai Solusi Mitigasi

Oleh karena itu, langkah-langkah strategis diperlukan untuk mengurangi dampak negatif sektor konstruksi dan properti terhadap perubahan iklim. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah menerapkan konsep green building atau bangunan hijau. Green building adalah bangunan yang dirancang, dibangun, dioperasikan, dan dipelihara dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Green Building memiliki beberapa manfaat, antara lain:

  • Menghemat energi, air, dan sumber daya alam
  • Mengurangi emisi GRK dan polusi udara
  • Meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dan kesehatan penghuni
  • Meningkatkan produktivitas dan kreativitas penghuni
  • Meningkatkan nilai jual dan sewa bangunan
  • Meningkatkan citra dan reputasi pengembang

Untuk mendorong penerapan green building di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan dan insentif, seperti:

  • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/PRT/M/2023 tentang Pedoman Bangunan Gedung Hijau
  • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2023 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung Hijau
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2023 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Penyediaan Rumah Sederhana Sehat yang Ramah Lingkungan
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 256/PMK.010/2023 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Berwujud Bangunan Gedung Hijau

Selain itu, pemerintah juga bekerja sama dengan lembaga internasional seperti Asian Development Bank (ADB) untuk menggelar International Climate Change Conference 2023, dengan target komitmen untuk mengurangi emisi karbon, dan mencapai negara yang tahan iklim menuju ekonomi rendah karbon.

Strategi Adaptasi terhadap Ancaman Perubahan Iklim

Di sisi lain, industri sektor properti juga harus beradaptasi dengan ancaman perubahan iklim yang dapat mempengaruhi kinerja bisnis properti. Beberapa ancaman tersebut antara lain:

  • Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan tsunami yang dapat merusak infrastruktur dan properti
  • Kenaikan permukaan air laut yang dapat mengancam kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
  • Perubahan pola cuaca dan iklim yang dapat mempengaruhi permintaan dan preferensi konsumen terhadap properti
  • Perubahan regulasi dan kebijakan yang dapat mempengaruhi biaya dan risiko bisnis properti

Untuk menghadapi ancaman-ancaman tersebut, industri sektor properti harus melakukan beberapa strategi, seperti:

  • Melakukan analisis risiko dan dampak perubahan iklim terhadap bisnis properti
  • Mengintegrasikan aspek perubahan iklim dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan properti
  • Mengimplementasikan praktik-praktik adaptasi yang sesuai dengan kondisi lokal, seperti penggunaan material tahan bencana, peningkatan drainase dan irigasi, pengembangan kawasan hijau dan ruang publik, dan pemanfaatan energi terbarukan
  • Melakukan kolaborasi dengan pemerintah, masyarakat, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan kapasitas dan kesadaran akan isu perubahan iklim

Selain menerapkan konsep green building dan strategi adaptasi, industri properti juga harus memperhatikan kemampuan finansial konsumen dalam membeli properti. Konsumen properti memiliki berbagai latar belakang dan kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga industri properti harus mampu menyesuaikan harga dan kualitas properti dengan kondisi pasar.

Untuk membantu konsumen dalam menentukan properti yang sesuai dengan anggaran dan preferensi mereka, KALKULATOR HIPOTEK  menyediakan fitur yang bernama affordability atau keterjangkauan.

Keterjangkauan merupakan alat perhitungan yang dapat membantu konsumen untuk mengetahui berapa besar pinjaman properti yang dapat mereka ajukan berdasarkan pendapatan dan pengeluaran mereka.

Fitur Keterjangkauan juga dapat membantu konsumen untuk mengetahui berapa besar uang muka yang harus mereka siapkan untuk membeli properti. Dengan menggunakannya, konsumen dapat menemukan properti yang terjangkau dan sesuai dengan kemampuan finansial mereka.

You may also like...

Exit mobile version